Drama Korea – Sinopsis Love (ft. Marriage and Divorce) Season 2 Episode 2 Part 1, Untuk menerima daftar-daftar link recap ada di goresan pena yang ini. Kalian sanggup peroleh sesuatu yang lain menyerupai Episode Sebelumnya baca disini.
Sahyun ketemuan dengan Songwon di rumahnya. Keduanya duduk bersama. Keluargamu sudah tahu? Tanya Songwon. Sahyun mengiyakan. Pergilah, nggak perlu mencemaskanku. Kau mau mengucapkan salam perpisahan, kan? Tanya Songwon.
Sahyun menghela nafas terkenang Songwon. Ia ada di kendaraan beroda empat di depan rumah orang tuanya menanti ibu. Ibu keluar rumah dan pribadi masuk mobil. Mau bicara apa? Kenapa nggak masuk? Tanya ibu. Sahyun nggak menjawab malah menyalahkan mobil. Ibu memakai sabuk pengamannya. Jangan jauh-jauh. Ayahmu akan menginterogasi ibu. Ibu rasa hormon estrogen ayahmu makin meningkat. Dia ingin tau akan banyak hal dan mesti tahu semuanya.
Arwah ayah Yusin pulang. Ia ke dapur dan mencubit masakan di sana kemudian memakannya. Ih kok serem ya.
Jia pulang bareng Piyoung. Wangi ramyeon. Kata Jia. Akhirnya kalian pulang. Sambut Yusin. Jia dan ibunya pribadi menghampirinya. Kamu nggak ke tempat tinggal sakit? Tanya Piyoung.
Yusin mengambil mantel mereka. Aku mampir sebentar tadi. Kau sedang menghasilkan ramyeon? Tanya Piyoung. Yusin membenarkan. Sudah usang nggak makan. Ternyata enak. Piyoung menyesalkan. Seharusnya nggak kubeli sama sekali. Bagaimana gurumu? Tanya Piyoung. Ternyata lebih baik. Jawab Yusin.
Keduanya kemudian bicara di kamar. Pak Min sudah bilang bahwa Ibu baik-baik saja, kan? Tanya Piyoung. Yusin mengiyakan dan duduk di tepi wilayah tidur. Jenguk beliau kalo kau nggak tenang. Suruh Piyoung. Yusin pribadi menatapnya heran.
Mau kupijatkan bahumu? Tawar Piyoung sambil memijat pundak Yusin. Berbaringlah. Kaku sekali. Keluhnya. Yusin tengkurap di kasur. Kamu boleh menaikiku.
Piyoung mengambil alat pijat. Menginjakmu? Tanyanya. Yusin mengiyakannya. Aku bersedia diinjak-injak selama yang kau mau. Piyoung memijatnya dengan alat dan Yusin terlihat menikmatinya.
Jangan sakit, Sayang. Kamu pilar keluarga kita. Pinta Piyoung. Yusin nggak terima dan berbalik memandang Piyoung. Hanya pilar? Piyoung menambahkan. Pilar, langit-langit, dan atap. Kamu satu-satunya langit bagiku. Yusin minta itu direkam. Biar kudengar di saat nggak sanggup tidur.
Piyoung heran. Saat nggak sanggup tidur? Yusin kembali tiduran dan meralatnya. Maksudku, di saat letih dan penat. Kapan kau lelah? Goda Piyoung. Saat nggak sanggup berjumpa kamu. Jawab Yusin menggombal. Piyoung kemudian mencium pipinya.
Kamu tahu, kan? Tanya Yusin. Apanya? Tanya Piyoung balik. Aku nggak sanggup hidup tanpamu. Piyoung mengambil alatnya dan mengaku sama.
Sahyun mengajak ibu makan. Ibu, intinya…aku nggak sanggup hidup tanpa dia. Aku Sahyun. Ibu meremehkan nya. Jangan konyol. Kalo nggak bisa, kau mau menyelesaikan pernikahanmu? Kondisi Hyeryong gres saja membaik. Katamu akan mengakhirinya?
Sahyun membantah. Nggak ada yang perlu diakhiri. Kami nggak berpacaran. Terus? Tanya ibu. Sahyun melanjutkannya. Kami cuma kenalan yang sungguh bersahabat menyerupai teman. Ibu nggak percaya. Hanya teman, namun beliau hamil? Sahyun memberitahu kalo itu cuma sekali. Ibu tetap nggak percaya. Kamu nggak sanggup mendustai ibu. Bagaimana sanggup ibu percaya?
Ibu pernah lihat saya berbohong? Tanya Sahyun berharap ibu mempercayainya. Kamu bohongi Hyeryong berbulan-bulan.
Sahyun berupaya meyakinkan ibu. Kami nggak berjumpa selaku lelaki dan wanita. Nggak ada apa-apa di antara kami. Kami tak saling mencintai. Aku tak menipu siapa pun. Nggak ada yang perlu ditutupi. Tuhan tahu segalanya.
Terus? Tanya ibu. Kamu mau terus menemuinya? Pikirkan Hyeryong. Tolong, sadarlah. Jangan menghancurkan hidupmu dengan menghancurkan pernikahanmu. Sahyun menekankan kalo ia bukan binatang. Bagaimana sanggup saya mengabaikannya sementara anakku terus bertumbuh? Itu nggak manusiawi.
Ibu membantahnya. Itu nggak masuk nalar sama sekali. Bisakah kau mendapatkannya kalo jadi Hyeryong? Meski menyakitkan, kau mesti mengakhirinya. Sahyun mulai lelah. Nggak akan ada yang sanggup memahami hubungan saya dan dia. Aku sungguh frustrasi.
Kamu mesti menepati janjimu. Itu yang dilaksanakan pria. Tuntut ibu. Sahyun meminta keringanan. Aku cuma akan menemuinya sesekali. Jadi, kuharap Ibu sanggup menggantikanku. Aku mengajak Ibu berjumpa untuk menyampaikan itu. Kedua orang tuanya sudah meninggal. Dia punya abang laki-laki, namun tinggal di Jeju. Dia sungguh kesepian, jadi…
Ibu kaget. Nggak punya orang tua? Sahyun melanjutkan permintaannya. Perlakukan beliau menyerupai anak Ibu. Ibu akan memahami setelah bertemu. Ibu, kumohon. Coba bayangkan selaku sesama perempuan. Aku bermaksud mengakhirinya, namun nggak semudah itu. Padahal lebih gampang kalo Hyeryong mengalah.
Ih ibu kesal dengarnya. Begitu gampang hingga muntah darah? Meski kau anak kandung ibu, kau mesti bersiap kena ganjarannya. Sahyun menghela nafas. Aku mau Ibu menemuinya, kemudian menghibur dan menyemangatinya biar persalinannya berlangsung lancar. Tolong dukung beliau secara mental. Kita fikirkan duduk permasalahan lain setahun kemudian. Yang penting, Ibu mesti membantuku selama delapan bulan ke depan demi anakku dan cucu Ibu. Ibu mesti melakukannya biar sanggup masuk surga.
Lah ibu makin kesal dengar omongan Sahyun. Kamu menghancurkan potensi ibu. Gimana kalo tertangkap berair lagi? Semakin ditutupi, makin gampang ketahuan. Begini saja. Ibu akan memperhatikannya, namun kau nggak boleh menghubunginya. Seenggaknya hingga beliau melahirkan. Sahyun menolak. Nggak sanggup begitu. Aku mesti menyaksikan perkembangan anakku.
Lihatlah melalui foto. Saran ibu. Tapi Sahyun masih berat. Aku nggak akan meninggalkan Hyeryong selama sisa hidupku. Apa cuma Hyeryong yang penting? Aku bersedia mendapatkan semua hukuman. Anak itu nggak bersalah. Anak yang malang. Ibu nampak mempertimbangkan apa yang Sahyun katakan.
Di rumah ayah sedang bermain bareng Dongmi, anjingnya. Sampai dibawa masuk ke ruang tamu segala. Ibu pulang. Ia berdiri agak jauh dari Dongmi dan ayah. Bukankah kau di ruang ganti? Kamu dari luar? Lah ayah spai nggak nyadar kalo ibu keluar.
Ibu protes. Kenapa dibawa masuk? Bulunya beterbangan. Ayah membantahnya. Beterbangan, apanya? Dia membisu saja. Apa kau akan mati atau sakit perut kalo bulunya beterbangan?
Ayah kemudian bangun dan menyalakan radio untuk Dongmi. Dongmi, dengarkan baik-baik dan resapi. Jadilah insan di kehidupan selanjutnya. Pesan ayah pada Dongmi.
Ih, ibu kesal lihat perilaku ayah. Orang-orang akan menganggapmu gila, mulai dari pembantu kita. Ih ayah malah jadi sinis ke ibu. Diamlah kalo nggak tahu apa-apa. Ibu sama kesalnya dengan ayah. Nggak tahu apa? Kamu bahkan nggak mendengarkanku. Untuk apa memutar…
Ayah memotong. Berisik. Masuklah ke kamar kalo nggak mau mendengarnya. Ibu menghela nafas. Kamu bahkan nggak tahu apa yang terjadi.
Memangnya ada apa? Tanya ayah. Ibu nyaris aja mengatakannya. Ia menahannya dan pergi ke kamar.
Ayah sendiri masih asik sama Dongmi. Enak didengar, kan? Aku mendengar dan mencar ilmu bagi yang nggak sanggup berbicara. Supaya cucuku lahir dengan selamat.
Ibu iri dengarnya. Kenapa kau nggak bersikap begitu kepadaku?
Dongmi yang bergotong-royong merasa gelisah di saat akan tidur. Aku percaya Sa Piyoung mengontrolnya. Dia nggak akan jadi bab keluarga ini kalo bukan alasannya yaitu aku. Dia menikah berkat aku, namun memperlakukanku begini? Lakukanlah sesukamu. Aku akan menyediakan perlawanan.
Yusin sedang di rumah sakit. Ia menelpon Dongmi namun nggak dijawab. Ih padahal Dongmi sedang membaca koran. Ia sengaja mengabaikan telpon Yusin.
Di ruang siaran Hyeryong kedatangan bintang tamu seorang penyanyi. Di pembukaan ia menyanyikan suatu lagu sambil bermain gitar.
Hyeryong melanjutkan siarannya setelah lagu selesai. Kami memanggil Im Baekchun hari ini. Kubacakan pertanyaannya. Pengguna 8025 mengatakan, “Setahuku jurusanmu yaitu arsitektur. Apa kau menyesal dengan jalan yang nggak kau pilih?”
Hyeryong sendiri juga terkejut bacanya. Aku nggak tahu ini. Kau lulusan arsitektur? Baekchun tersenyum dan menyindir Hyeryong. Kamu niscaya nggak kesengsem dengan bintang tamu. Hyeryong meminta maaf.
Baekchun menyediakan penjelasannya. Setelah lulus kuliah, saya melakukan pekerjaan di perusahaan konstruksi dan ikut serta dalam pembangunan stadion olimpiade serta stasiun kereta bawah tanah selama enam tahun. Aku melakukan pekerjaan keras.
Hyeryong lanjut membacakan pertanyaan pendengar. Pertanyaan kedua. “Kamu sudah menikah dan senang bareng Bu Kim Yeonjoo. Pernahkah ada duduk permasalahan atau perselisihan selama pernikahanmu?”
Baekchun tertawa mendengarnya. Tentu saja ada. Contohnya? Tanya Hyeryong. Kamu mengharapkan hal sensasional, kan? Tanya Baekchun balik.
Piyoung menengok ke Shieun. Tanya apa ada duduk permasalahan alasannya yaitu penggemar.
Baekchun merespon pertanyaan itu dengan santai. Kami sudah tinggal bareng selama 20 tahun lebih. Aku nggak sanggup memahami perasaan wanita, meski tinggal bareng selama puluhan tahun. Ketika gres menikah, beliau menanyakan rasa masakannya, kujawab agak hambar, kemudian kami berkelahi hebat. Akhir-akhir ini, beliau melarangku terlampau banyak bicara. Katanya itu tanda saya makin tua. Bagaimana sanggup insan hidup tanpa berbicara? Wajar ada duduk permasalahan di saat perempuan dan lelaki tinggal bersama.
Hyeryong menyaksikan pertanyaan gres dari Shieun. Seoban merasa kalo Baekchun nggak gampang goyah.
Sahyun menjemput Songwon. Sejak kapan kau tiba? Tanya Songwon. Sekitar 20 menit lalu. Jawab Sahyun kemudian mengambil koper Songwon untuk dimasukkan di dingklik belakang mobil. Keduanya masuk ke kendaraan beroda empat dan pergi dari sana.
Piyoung dan yang lain minum kopi bersama. Lain kali, cari informasi mengenai bintang tamu dulu. Hyeryong mengiyakan. Aku niscaya melakukannya kalo bukan orang yang kukenal.
Bagaimana kalo memanggil aktris musikal selaku bintang tamu? Tanya Piyoung. Hyeryong merasa kalo itu ilham bagus. Lebih baik yang masih muda. Siapa? Tanya Shieun. Hyeryong menyediakan 3 pilihan. Lee Jeonghwa, Son Hyerim, atau Nam Gabin. Piyoung menegaskan Nam Gabin. Shieun mengaku pernah dengar, namun nggak pernah lihat pertunjukannya. Ia pun menyalakan tabletnya untuk mencarinya.
Sahyun hingga di rumah Songwon. Ia dipersilakan untuk duduk oleh Songwon. Kamu baik-baik saja? Tanya Sahyun khawatir. Sambil senyum Songwon mengiyakan.
Kamu mau mengajakku keluar? Tanya Songwon sambil melepas mantelnya. Sahyun merasa percaya kalo niscaya nggak ada masakan di rumah. Songwon tersenyum kemudian duduk. Ia mengaku mulai mengalami mual.
Sahyun senang dan kesengsem dengarnya. Sungguh? Songwon mengiyakan. Aku mual setelah makan gurita mentah. Katanya lebih baik nggak makan ikan mentah di saat hamil.
Bagaimana dengan daging? Tanya Sahyun sarat keingintahuan. Songwon menjawabnya dengan senyum. Nggak seburuk ikan, namun saya nggak menginginkannya. Sahyun bingung. Bagaimana ini? Kamu mesti makan yang banyak. Songwon menenangkan. Ini cuma sementara.
Kita mesti berbelanja jamu. Dulu, abang iparku minum jamu untuk menghemat mual. Saran Sahyun. Songwon menolak. Lain kali saja. Aku mau istirahat sekarang.
Songwon menenangkan. Nggak perlu khawatir. Semua perempuan hamil mengalami ini. Kamu terpikir nama untuk janin? Sahyun mengaku nyaris lupa. Kamu sudah memberitahu kakakmu? Tanya Sahyun. Songwon menjawab belum. Suasananya kurang tepat. Kamu nggak haus? Tanya Sahyun. Sedikit. Jawab Songwon.
Keduanya sama-sama minum air. Kamu terlihat lesu hari ini. Ada yang hendak kau katakan? Sesuatu yang sudah kuprediksi? Tanya Songwon. Sahyun resah jawabnya. Tapi jadinya ia mengatakannya juga. Sebenarnya, istriku menyaksikan kita mengatakan melalui telepon sementara waktu lalu. Awalnya, beliau mau bercerai denganku, namun tiba-tiba berganti pikiran. Pekan lalu, beliau muntah darah alasannya yaitu menderita tukak usus 12 jari akut. Lalu, beliau dirawat di rumah sakit dan saya nggak sanggup memaksanya. Kini beliau nggak mau menceraikanku.
Songwon membenarkan dan mengungkit apa yang ia katakan sebelumnya. Dia nggak sungguh-sungguh. Sahyun menekankan kalo perasaannya nggak berubah. Kita sanggup kembali menyerupai dulu, sebelum peristiwa di Gangneung. Kita cuma mengatakan di saat bertemu. Membicarakan keluarga dan kehidupan.
Songwon menggeleng. Pergilah. Aku nggak mau membicarakannya. Kenapa begitu? Protes Sahyun. Aku nggak akan pergi. Aku akan menanti kalo nggak dibukakan. Dan tiba lagi kalo diusir. Songwon kesal. Kamu mau memperburuk ini?
Sahyun menenangkan. Nggak akan kuberi tahu. Apa kau sudah gila? Dia cuma tahu yang terjadi. Dia nggak tahu apa pun mengenaimu. Songwon tetap nggak bisa. Dia sanggup menyewa detektif swasta. Hanya duduk permasalahan waktu. Bagaimana saya sanggup tenang? Benar. Meski kita nggak pernah mengawali apa pun, seluruhnya sudah berakhir. Aku mau melahirkan anak ini dengan selamat. Kalo kau tiba lagi, saya akan pergi ke tempat tinggal kakakku.
Sahyun merasa sungguh putus asa. Aku nggak sanggup bertahan tanpamu. Pergi dan tenangkan istrimu. Suruh Songwon. Anak ini sudah cukup bagiku. Kamu nggak perlu khawatir. Sahyun tetap nggak bisa. Anak kita sependapat denganmu? Apa beliau nggak membutuhkan ayah?
Songwon mengaku nggak tahu. Aku nggak sanggup mempertimbangkan itu sekarang. Aku nggak mau memikirkannya. Kau tahu saya ingin menyelesaikan hubungan kita di Gangneung.
Sahyun berpikiran lain. Malam itu di Gangneung, saya mengenali perasaanku dengan jelas. Kita saling peduli dan menghargai. Saat bersama, nggak pernah kesal. Kita tenteram bareng dan bahagia. Dalam sehari, saya sering memikirkanmu. Apalagi di saat makan masakan enak. Saat badanku dipenuhi dengan aroma minuman, saya ingin mendengar suaramu, bukan istriku. Apakah cuma aku? Nggak perlu dijawab. Kita sanggup merasakannya. Benar, kan?
Songwon nangis. Jangan mempersulit keadaan. Semuanya akan menderita. Kumohon, demi anak kita. Mulai sekarang, jangan hubungi dan jumpai saya lagi. Hapus nomor teleponku dari ponselmu.
Sahyun syok. Kamu nggak mau berjumpa denganku? Songwon maksa memandang Sahyun dan menjawabnya dengan yakin. Ini nggak sanggup dihindari. Sahyun juga makin emosi. Perasaanku terhadapmu nggak sanggup dihindari! Malam itu…kamu mau membuatku menyerah, namun rampung sebaliknya. Hati dan jiwaku cuma dipenuhi olehmu! Bagaimana denganku? Keduanya nangis. Sedih😭😭😭
Gabin dan Haerun habis makan bareng. Haerun mencuci piring. Pakai mesin pencuci piring saja. Suruh Gabin. Haerun menolak. Nggak perlu. Ini cuma sedikit. Gabin membersihkan meja. Sudah animo dingin. Haerun terkenang masa kecilnya. Waktu saya kecil pun, cuaca bulan November sungguh dingin.
Makanan apa yang kau ingat di saat animo dingin? Tanya Gabin. Haerun mrmjawabnya sambil membayangkan. Ubi panggang dan mi kuah kimci. Gabin mendekat. Kalau aku, panekuk kacang hijau dan pangsit Pyeongan. Haerun juga sama.
Katamu ubi panggang? Goda Gabin. Panekuk kacang hijau dan pangsit bukan masakan yang banyak dijual. Kata Haerun mrnjelaskan. Orang tuamu berasal dari Korea Utara?
Gabin membenarkan. Haerun mematikan keran airnya. Di bab mana? Tanyanya penasaran. Haeju, Provinsi Hwanghae. Jawab Gabin. Haerun tertawa. Ibuku dari Haeju dan ayahku dari Pyongyang. Saat ibuku masih ada, kami senantiasa menjadikannya setiap animo dingin. Aku arif menghasilkan pangsit. Gabin juga ternyata. Mereka kemudian mengangkat tangan dan melaksanakan tos.
Mari kita membuatnya. Ajak Haerun. Gabin merasa kalo itu merepotkan. Haerun santai. Hanya campuran yang lama, sisanya sanggup disiapkan dengan cepat. Aku sanggup melakukannya alasannya yaitu sering menolong ibuku. Sungguh? Tanya Gabin sambil senyum.
Gabin tersenyum ingat itu. Ia mau menutup kopernya. Mendadak ponselnya bunyi. Ya, ini aku. Acara apa? Kapan? Aku mau.
Sahyun dan Songwon sudah sedikit tenang. Kamu niscaya sungguh menderita. Kamu bahkan nggak menunjukkannya sama sekali. Kata Songwon dingin. Mungkin susah untuk dipercaya, namun saya bahagia. Aku Sahyun. Kamu mesti makan sesuatu. Pintanya. Songwon mengaku nggak bisa.
Sahyun bangun Aku akan membelikanmu minuman. Kamu mesti membukakan pintu untukku. Ih nggak jadi. Ia kembali duduk. Ia mengajak Songwon untuk pergi bareng namun Songwon nggak mau. Aku niscaya mual kalo makan sesuatu.
Aku ingin membelikan jus buah, namun saya takut kau nggak membukakan pintu. Sebelum duduk permasalahan ini selesai secara hukum, mungkin saya nggak layak untuk bersamamu, namun saya berhak menemui anak kita. Aku ingin beliau mendengar suaraku dan sesekali, menyatakan cintaku kepadanya. Salahkah saya mengharapkan itu? Sama menyerupai kau yang nggak sanggup melepaskan anak kita, saya pun sama. Bahkan lebih berat. Kumohon. Jangan menghalangiku. Meski sulit, kita niscaya sanggup melewatinya. Kumohon.
Songwon nangis memandang Sahyun. Sahyun menggenggam tangannya untuk meyakinkannya.
Bersambung…
